Menundukkan pandangan bukan berarti harus menundukkan kepala sehingga berjalan tak fokus arah, atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali.
Secara bahasa, غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan.
Maksudnya adalah menjaganya dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar. Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang memandang sesuatu yang bukan aurat orang lain, lalu ia tidak mengamat-amati keelokan parasnya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya. Singkatnya, menahan dari apa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala dan Rasul-Nya untuk kita memandangnya.
Dalil Kewajiban Menahan Pandangan
1. Dari al-Qur’an
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur [24]: 30-31)
Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata ‘min’ dalam ‘min absharihim’ maknanya adalah sebagian, untuk menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala hanyalah pandangan yang dapat dikontrol atau disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja.
Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja (nikah).
Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina.
Berkata Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithy—rahimahullah, “Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa yang menjadikan mata itu berdosa karena memandang hal-hal yang dilarang berdasarkan firman Allah Subhaanahu Wata’ala yang artinya,
“Dia mengetahui khianatnya (pandangan) mata dan apa yang disembunyikan oleh hati”. (QS. Ghafir: 19).
Ini menunjukkan ancaman bagi yang menghianati matanya dengan memandang hal-hal yang dilarang.”
Imam al-Bukhary—rahimahullah—berkata, “Makna dari ayat (an-Nuur: 31) adalah memandang hal yang dilarang karena hal itu merupakan pengkhianatan mata dalam memandang.” (Adhwa` al-Bayan 9/190).
2. Dalil dari Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya.” (HR. Muslim).
Maksudnya, jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tiba-tiba tanpa sengaja itu dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersatu (bercampur) dengan laki-laki lain dalam satu pakaian (selimut), dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian (selimut).” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada Ali Radhiyallahu Anhu, “Wahai Ali, janganlah kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh al-Albani).
Imam An-Nawawy mengatakan, “Pandangan kepada selain mahram secara tiba-tiba tanpa maksud tertentu pada pandangan pertama maka tak ada dosa. Adapun selain itu, bila ia meneruskan pandangannya maka hal itu sudah terhitung sebagai dosa.”
الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ
“Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang.” (Muttafaq ‘alaih).
Imam Bukhari dalam menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa selain kemaluan, anggota badan lainnya pun dapat berzina.
Akibat Negatif MataMemandang yang Haram
1. Rusaknya Hati
Pandangan yang haram dapat mematikan hati seperti anak panah mematikan seseorang atau minimal melukainya. Segala peristiwa bermula dari pandangan, dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin jika berbuat dosa maka akan ada satu noda hitam di hatinya, jika ia bertaubat dan berlepas dari dosanya maka hatinya akan menjadi bersih, namun jika dosanya bertambah maka noda hitam tersebut akan semakin bertambah hingga menutupi hatinya, itulah noda yang disebutkan oleh Allah Azza Wajalla dalam al-Qur`an (artinya), “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya dosa yang mereka perbuat itu menutupi hati mereka.”
2. Terancam jatuh kepada Zina
Ibnul Qayyim—rahimahullah—berkata bahwa pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina).
Akses terhadap pornografi yang begitu mudah, hingga kalangan anak-anak sekalipun telah menjadi pemicu meningkatnya pemerkosaan dan seks bebas. Semuanya berawal dari mata yang khianat terhadap larangan-larangan Allah Azza Wajalla.
3. Lupa ilmu
Imam Waki’ bin Jarrah salah seorang guru Imam Syafi’i berkata, “Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.”
Kebiasaan seseorang menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan akan menjadikan hatinya bersih. Kebersihan hati memudahkan masuknya nur atau cahaya petunjuk dari Allah Subhaanahu Wata’ala kedalamnya.
Sebaliknya kebiasaan memandang hal-hal yang diharamkan Allah, seperti aurat orang lain maka akan menjadikan hatinya kotor dengan kemaksiatan dan dosa yang lama-kelamaan semakin menutupi kebersihan hatinya sehingga sulit ditembus oleh nur hidayah-Nya.
4. Turunnya Bala'
Amr bin Murrah berkata, “Aku pernah memandang seorang perempuan yang membuatku terpesona, kemudian mataku menjadi buta. Kuharap itu menjadi kafarat penghapus dosaku.”
5. Menambah lalai terhadap Allah Azza Wajalla dan hari akhirat
6. Rendahnya nilai mata yang memandang yang haram dalam pandangan syariat Islam
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika seseorang melongok ke dalam rumahmu tanpa izinmu, lalu kau sambit dengan kerikil hingga buta matanya, tak ada dosa bagimu karenanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Manfaat Menahan Pandangan
Di antara manfaat menahan pandangan adalah:
Membebaskan hati dari pedihnya penyesalan, karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama.
Hati yang bercahaya dan terpancar pada tubuh terutama mata dan wajah, begitu pula sebaliknya jika seseorang mengumbar pandangannya.
Terbukanya pintu ilmu dan faktor-faktor untuk menguasainya karena hati yang bercahaya dan penuh konsentrasi.
Mempertajam firasat dan prediksi
Syuja’ Al-Karmani berkata,
“Siapa yang menyuburkan lahiriyahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muraqabah, menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan memakan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.”
Menjadi salah satu penyebab datangnya mahabbatullah (kecintaan dari Allah Subhaanahu Wata’ala).
Al-Hasan bin Mujahid berkata,
غَضُّ البَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ يُوْرِثُ حُبَّ اللهِ
“Menahan pandangan dari apa yang diharamkan Allah akan mewarisi cinta Allah.”
Faktor-faktor Penyebab Mampu Menahan Pandangan
Di antara faktor yang membuat seseorang mampu menahan pandangannya adalah:
Hadirnya pengawasan Allah dan rasa takut akan siksa-Nya di dalam hati.
Menjauhkan diri dari semua penyebab mengumbar pandangan.
Meyakini semua bahaya mengumbar pandangan.
Meyakini manfaat menahan pandangan.
Melaksanakan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk segera memalingkan pandangan ketika melihat yang haram.
Memperbanyak puasa.
Menyalurkan keinginan melalui jalan yang halal (pernikahan).
Bergaul dengan orang-orang shaleh dan menjauhkan diri dari persahabatan akrab dengan orang-orang yang rusak akhlaknya.
Selalu merasa takut dengan su’ul khatimah ketika meninggal dunia.
Wallahul A'lam.
Dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar